Landasan Teori
Matematika adalah bahasa simbolik yang fungsi
praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan.
Sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.
Beberapa alasan perlunya siswa
belajar matematika, yaitu:
1. Matematika merupakan sarana
berfikir yang jelas dan logis
2. Sarana untuk memecahkan
masalah sehari-hari.
3. Sarana mengenal pola-pola
hubungan dan generalisasi pengalaman
4. Sarana untuk mengembangkan
kreativitas
5. Sarana untuk meningkatkan kesadaran
terhadap perkembangan budaya. Cockroft (1983: 1-5) mengemukakan bahwa matematika
perlu diajarkan kepada siswa karena:
- Selalu digunakan dalam segi
kehidupan
- Semua bidang studi memerlukan
keterampilan matematika yang sesuai
- Merupakan sarana komunikasi
yang kuat, ringkas dan jelas.
- Dapat digunakan untuk
menyajikan informasi dalam berbagai cara.
- Meningkatkan kemampuan berfikir
logis, ketelitian dan kesadaran
keruangan
- Memberikan kepuasan terhadap
usaha memecahkan masalah yang
menantang.
Hasil belajar matematika yang
harus dikuasai siswa meliputi: perhitungan
matematis (mathematics
calculation) dan penalaran matematis (mathematics
reasoning).
Dyscalculia adalah kesulitan belajar menghitung atau
matematika memiliki konotasi medis yang
memandang adanya keterkaitan dengan gangguan sistem syaraf pusat. Ada beberapa
karakteristik anak berkesulitan belajar
matematika, yaitu: adanya gangguan dalam hubungan keruangan, abnormalitas
persepsi visual, asosiasi visual motor, perseverasi, kesulitan mengenal dan memahami simbol,
gangguan penghayatan tubuh, kesulitan dalam bahasa dan membaca, scor Performance IQ jauh lebih rendah
dari pada skor verbal IQ.
Gangguan hubungan keruangan.
Konsep hubungan keruangan seperti
atas bawah, puncak dasar, jauh dekat, tinggi rendah, depan belakang, awal akhir
umumnya telah dikuasai oleh anak sebelum masuk SD, namun bagi anak berkesulitan
belajar matematika memahami konsep-konsep tersebut mengalami kesulitan karena
kurang berkomunikasi dan lingkungan sosial kurang mendukung, selain itu juga adanya
kondisi intrinsik yang diduga disfungsi otak. Karena adanya gangguan tersebut
mungkin anak tidak mampu merasakan jarak angkaangka dan garis bilangan atau
penggaris, dan mungkin anak tidak tahu bahwa angka 2 lebih dekat ke angka 3 daripada
ke angka 8.
Abnormalitas persepsi visual.
Anak berkesulitan belajar matematika
sering mengalami kesulitan untuk melihat berbagai obyek dalam hubungannya
dengan kelompok. Misalnya anak mengalami kesulitan dalam menjumlahkan dua kelompok
benda yang terdiri dari tiga dan empat anggota. Anak juga sering tidak mampu
membedakan bentuk-bentuk geometri.
Asosiasi visual motor
Anak berkesulitan belajar
matematika sering tidak dapat berhitung benda-benda secara berurutan, anak
mungkin baru memegang benda yang kedua tetapi mengucapkan empat.
Perseverasi.
Anak yang perhatiannya melekat
pada satu obyek dalam jangka waktu relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu
disebut perseverasi. Pada mulanya anak dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi
lama-kelamaan perhatiannya melekat pada satu obyek saja,
contohnya:
4 + 3 = 7
4 + 4 = 8
5 + 4 = 8
3 + 6 = 8
Kesulitan mengenal dan memahami
simbol.
Anak berkesulitan belajar matematika
sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika
seperti (+), (-), (X), (:), (=), (<), (>), gangguan ini dapat disebabkan
oleh gangguan memori, dan oleh gangguan persepsi visual.
Gangguan penghayatan tubuh.
Anak berkesulitan belajar matematika
juga sering menunjukkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image), anak
sulit memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri, misalnya jika
disuruh menggambar tubuh, maka tiadak ada yang utuh.
Kesulitan dalam membaca dan
bahasa.
Anak berkesulitan belajar matematika
akan mengalami kesulitan dalam memecahkan soal-soal yang berbentuk cerita.
Skor PIQ jauh lebih rendah dari
VIQ.
Hasil tes inteligensi dengan
menggunakan WISC (Weshler Intelligence Scale for Children) menunjukkan bahwa
anak berkesulitan belajar matematika memiliki PIQ (Performance Intelligence
Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ (Verbal Intelligence
Quotient). Sub tes verbal mencakup: Informasi, persamaan, aritmetika,
perbendaharaan kata, dan
pemahaman. Sub tes kinerja mencakup:
melengkapi gambar, menyusun gambar,
menyusun balok, dan
menyusun obyek.
Penderita Dyscaculia
juga memiliki bakat lain untuk mengolah kata, seperti pandai
berbicara,pidato,motivator,penulis buku,guru bahasa,pembicara,dan sejenisnya. Banyak
penderita dyscalculia di dunia ini daripada dyslexia, tapi karena kurang
populer dan kebanyakan orang. Sehingga penderita dyscalculia langsung saja di
kategorikan orang yang bodoh oleh
masyarakat
Berikut adalah berbagai aspek kesulitan
yang mungkin ditemukan pada anak penyandang dyscalculia :
1.
Membaca kalimat dalam soal matematika.
·
Anak dyscalculia mengalami kesulitan dalam memaknai
kata-kata/istilah-istilah yang sering tampil dalam soal-soal matematika. Anak
sulit memahami pengertian-pengertian sebagai berikut: ‘kurang lebih sama
dengan’, ‘diantaranya’, ‘sejajar’, ‘jalan lain, ‘sama banyak dengan’, ‘di
pinggir’, ‘di atas dari’, ‘di bawah dari’, ‘di samping dari’, ‘jauh dari’,
‘seimbang’, ‘sama dengan’, ‘lebih besar dari’, ‘lebih tinggi dari‘, ‘di
depan dari’, ‘di sudut dari‘, ‘perkirakan’, ‘kurang dari’, ‘garis yang
simetris’, ‘ganjil’, ‘genap’, ‘simetris’, ‘rata-rata’, ‘secukupnya’, dll
2.
Membaca angka, membaca angka dari kanan, menyalin angka.
·
Sesuai dengan karakteristik disleksianya, anak seringkali salah “lihat”
angka, lalu salah menyalinnya. Sering pula dijumpai mereka tidak dapat
mengelompokkan angka dari kanan pada angka dengan jumlah digit yang banyak,
misalnya: 752250, seharusnya dituliskan sebagai 752.250.
3.
Memahami nilai satuan, puluhan, ratusan sehingga menyulitkan pada
penulisan, apalagi pada operasi perhitungan yang lebih kompleks lainnya
misalnya pada operasi penjumlahan ke bawah, mereka menyusun nilai satuan di
kelompok puluhan, atau nilai ratusan di puluhan.
4.
Mengenali simbol operasi perhitungan.
·
Anak dyscalculia mengalami kesulitan untuk memahami simbol (+), (-), (x),
(:), dan simbol-simbol lain yang lebih rumit. Soal-soal yang ditulis dengan
simbol (-), mungkin malah dikerjakan selayaknya instruksi (+). Bahkan
pada sebagian anak dengan gangguan berat, mereka merasa tidak yakin apakah yang
dimaksud dengan “bertambah” atau “berkurang”.
5.
Mengidentifikasi bentuk, apalagi jika bentuknya dibolak balik (misal:
segitiga sama sisi, segitiga sama kaki).
6.
Mengenali dan memahami tanda “,”sebagai tanda desimal.
7.
Menghitung ke depan dan ke belakang .
8.
Melakukan perhitungan di luar kepala.
9.
Membaca, memahami dan mengingat “time table”.
10.
Mengatakan hari dalam seminggu, bulan dalam setahun.
11.
Menyebutkan waktu dan memahami konsep waktu.
12.
Memahami konsep uang.
13.
Menggunakan kalkulator dengan benar.
14.
Memahami persentase.
15.
Mengestimasi.
16.
Menggunakan rumus.
17.
Menggunakan rumus yang sama untuk soal yang berbeda.
Selain kesulitan memahami bahasa
matematika, anak disleksia-diskalkulia juga mengalami kesulitan dalam memaknai
istilah-istilah non matematika, hal ini yang membuat mereka semakin susah
menyelesaikan soal-soal matematika, terutama yang berbentuk soal cerita.
Potensi
penyebab
Ilmuwan belum memahami
penyebab dyscalculia.
- Neurologis: Dyscalculia telah dikaitkan
dengan luka padasupramarginalis dan sudut gyri di persimpangan antara temporal danlobus parietalis pada korteks serebral.
- Defisitnya working memory: Adams dan Hitch berpendapat bahwa working memory adalah
faktor utama di samping mental. Dari dasar ini, Geary melakukan penelitian
yang menunjukkan adanya defisit working memorybagi mereka yang menderita dyscalculia. Namun, masalahworking memorydicampuradukkan dengan kesulitan belajar umum, sehingga
temuan Geary mungkin tidak spesifik untuk dyscalculia tetapi
lebih mungkin mencerminkan defisit belajar yang lebih besar.
Penyebab lainnya mungkin:
- Memori jangka pendek menjadi terganggu atau berkurang,
sehingga sulit untuk mengingat perhitungan.
- Bawaan atau kelainan turun- temurun. Studi ini menunjukkan indikasi, tetapi bukti belum
konkret.
Apa yang dapat kita lakukan bagi penyandang
Dyscalculia ?
1.
Gunakan bahasa matematika yang lebih sederhana, jelas dan lebih mudah
dipahami anak disleksia.
2.
Latih anak untuk memahami dan menguasai simbol angka, dan simbol operasi
perhitungan matematika.
3.
Bantu anak memahami soal cerita dengan cara menghadirkan benda-benda yang
disebutkan dalam soal secara visual belajar praktikal.
4.
Gunakan kertas berpetak untuk membantu operasi perhitungan susun ke bawah.
5.
Lakukan fragmentasi soal cerita yang panjang menjadi kalimat-kalimat pendek
yang mudah dipaham.
6.
Latih anak untuk mengerti dan menguasai konsep uang, misalnya dengan
berlatih berbelanja sendiri mulai dari sejumlah barang yang sedikit sampai
dengan yang cukup banyak
7.
Kertas kerja dibacakan dan direkam dalam audio tape, anak membaca sambil
menyimak audio tape.
8.
Gunakan buku agenda untuk mencatat kegiatan kegiatan dan pekerjaan rumah.
9.
Yakinkan bahwa instruksi disampaikan dengan jelas, perlahan sehingga murid
mengerti.
10.
Gunakan kertas untuk menutup soal yang sudah atau belum dikerjakan, soal
yang terlihat hanya soal yang sedang dikerjakan
11.
Cobalah
memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti denganmenggunakan
gambar, grafik, atau kata-kata untuk membantu pemahaman anak. Misalnya ibu
membeli mangga seharga sepuluh ribu, gambarkan buah mangga dan uang sepuluh
ribu.
12.
Hubungkan konsep matematika dengan kehidupan
sehari-hari. Misalnya ketika menghitung piring setelah makan, berapa potong
baju seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi dimeja tamu, dan
lain sebagainya. Hal ini membuat anak semakin mudah belajar berhitung.
13.
Membuat
pelajaran matematika menjadi sesuatu yang menarik. Ibu bisa menggunakan media
komputer atau kalkulator. Lakukan latihan secara berkesinambungan dan teratur.
14.
Bisa
juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si
anakmendengarkan secara cermat. Biasanya anak tidak mengalami kesulitan dalam
memahami konsep secara verbal.
15.
Menuangkan konsep matematis ataupun
angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak
sekadar anstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk
membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
16.
Sering-seringlah mendorong anak melatih
ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara
lain lagi yang intinya mempermudah ingatannya terhadap angka.
Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
Selain pendekatan khusus untuk aspek
diskalkulianya, jangan lupakan strategi pembelajaran umum bagi anak penyandang
disleksia yaitu digunakan pendekatan multisensoris (dapat berupa bantuan
gambar, audiotape, dll), mengajarkan anak untuk menggunakan logikanya, bukan
menghafal mati, berikan materi bertahap satu per satu, dan berikan materi dalam
unit-unit kecil. Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah memperhatikan aspek
emosi anak. Selalu berikan semangat dan pujian pada setiap usaha perbaikan yang
telah mereka tunjukkan.
Referensi :
1.
Henderson. Maths for the dyslexic. A Practical guide. David Fulton, New
York. 1998.
2.
C.M. Stowe. How to reach & teach children & teens with dyslexia.
Jossey-Bass, San Fransisco. 2000.
No comments:
Post a Comment