Wednesday, December 25, 2013

Dyscalculia

Landasan Teori
Matematika adalah bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan. Sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.
Beberapa alasan perlunya siswa belajar matematika, yaitu:
1. Matematika merupakan sarana berfikir yang jelas dan logis
2. Sarana untuk memecahkan masalah sehari-hari.
3. Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman
4. Sarana untuk mengembangkan kreativitas
5. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Cockroft (1983: 1-5) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:
- Selalu digunakan dalam segi kehidupan
- Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai
- Merupakan sarana komunikasi yang kuat, ringkas dan jelas.
- Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara.
- Meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian dan kesadaran
keruangan
- Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang
menantang.
Hasil belajar matematika yang harus dikuasai siswa meliputi: perhitungan
matematis (mathematics calculation) dan penalaran matematis (mathematics
reasoning).

Dyscalculia adalah kesulitan belajar menghitung atau matematika  memiliki konotasi medis yang memandang adanya keterkaitan dengan gangguan sistem syaraf pusat. Ada beberapa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika, yaitu: adanya gangguan dalam hubungan keruangan, abnormalitas persepsi visual, asosiasi visual motor, perseverasi, kesulitan mengenal dan memahami simbol, gangguan penghayatan tubuh, kesulitan dalam bahasa dan membaca, scor Performance IQ jauh lebih rendah dari pada skor verbal IQ.
Gangguan hubungan keruangan.
Konsep hubungan keruangan seperti atas bawah, puncak dasar, jauh dekat, tinggi rendah, depan belakang, awal akhir umumnya telah dikuasai oleh anak sebelum masuk SD, namun bagi anak berkesulitan belajar matematika memahami konsep-konsep tersebut mengalami kesulitan karena kurang berkomunikasi dan lingkungan sosial kurang mendukung, selain itu juga adanya kondisi intrinsik yang diduga disfungsi otak. Karena adanya gangguan tersebut mungkin anak tidak mampu merasakan jarak angkaangka dan garis bilangan atau penggaris, dan mungkin anak tidak tahu bahwa angka 2 lebih dekat ke angka 3 daripada ke angka 8.

Abnormalitas persepsi visual.
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat berbagai obyek dalam hubungannya dengan kelompok. Misalnya anak mengalami kesulitan dalam menjumlahkan dua kelompok benda yang terdiri dari tiga dan empat anggota. Anak juga sering tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri.


Asosiasi visual motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat berhitung benda-benda secara berurutan, anak mungkin baru memegang benda yang kedua tetapi mengucapkan empat.

Perseverasi.
Anak yang perhatiannya melekat pada satu obyek dalam jangka waktu relatif lama. Gangguan perhatian semacam itu disebut perseverasi. Pada mulanya anak dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada satu obyek saja,
contohnya:
4 + 3 = 7
4 + 4 = 8
5 + 4 = 8
3 + 6 = 8

Kesulitan mengenal dan memahami simbol.
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti (+), (-), (X), (:), (=), (<), (>), gangguan ini dapat disebabkan oleh gangguan memori, dan oleh gangguan persepsi visual.

Gangguan penghayatan tubuh.
Anak berkesulitan belajar matematika juga sering menunjukkan adanya gangguan penghayatan tubuh (body image), anak sulit memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri, misalnya jika disuruh menggambar tubuh, maka tiadak ada yang utuh.

Kesulitan dalam membaca dan bahasa.
Anak berkesulitan belajar matematika akan mengalami kesulitan dalam memecahkan soal-soal yang berbentuk cerita.

Skor PIQ jauh lebih rendah dari VIQ.
Hasil tes inteligensi dengan menggunakan WISC (Weshler Intelligence Scale for Children) menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar matematika memiliki PIQ (Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ (Verbal Intelligence Quotient). Sub tes verbal mencakup: Informasi, persamaan, aritmetika,
perbendaharaan kata, dan pemahaman. Sub tes kinerja mencakup:
melengkapi gambar, menyusun gambar, menyusun balok, dan
menyusun obyek.




Penderita Dyscaculia juga memiliki bakat lain untuk mengolah kata, seperti pandai berbicara,pidato,motivator,penulis buku,guru bahasa,pembicara,dan sejenisnya. Banyak penderita dyscalculia di dunia ini daripada dyslexia, tapi karena kurang populer dan kebanyakan orang. Sehingga penderita dyscalculia langsung saja di kategorikan orang yang bodoh  oleh masyarakat
Berikut adalah berbagai aspek kesulitan yang mungkin ditemukan pada anak penyandang dyscalculia :
1.      Membaca kalimat dalam soal matematika.
·         Anak dyscalculia mengalami kesulitan dalam memaknai kata-kata/istilah-istilah yang sering tampil dalam soal-soal matematika. Anak sulit memahami pengertian-pengertian sebagai berikut: ‘kurang lebih sama dengan’, ‘diantaranya’, ‘sejajar’, ‘jalan lain, ‘sama banyak dengan’, ‘di pinggir’, ‘di atas dari’, ‘di bawah dari’, ‘di samping dari’, ‘jauh dari’, ‘seimbang’,  ‘sama dengan’, ‘lebih besar dari’, ‘lebih tinggi dari‘, ‘di depan dari’, ‘di sudut dari‘, ‘perkirakan’, ‘kurang dari’,  ‘garis yang simetris’, ‘ganjil’, ‘genap’, ‘simetris’, ‘rata-rata’, ‘secukupnya’, dll
2.      Membaca angka, membaca angka dari kanan, menyalin angka.
·         Sesuai dengan karakteristik disleksianya, anak seringkali salah “lihat” angka, lalu salah menyalinnya. Sering pula dijumpai mereka tidak dapat mengelompokkan angka dari kanan pada angka dengan jumlah digit yang banyak, misalnya: 752250, seharusnya dituliskan sebagai 752.250.
3.      Memahami nilai satuan, puluhan, ratusan sehingga menyulitkan pada penulisan, apalagi pada operasi perhitungan yang lebih kompleks lainnya misalnya pada operasi penjumlahan ke bawah, mereka menyusun nilai satuan di kelompok puluhan, atau nilai ratusan di puluhan.
4.      Mengenali simbol operasi perhitungan.
·         Anak dyscalculia mengalami kesulitan untuk memahami simbol (+), (-), (x), (:), dan simbol-simbol lain yang lebih rumit. Soal-soal yang ditulis dengan simbol (-), mungkin malah dikerjakan  selayaknya instruksi (+). Bahkan pada sebagian anak dengan gangguan berat, mereka merasa tidak yakin apakah yang dimaksud dengan “bertambah” atau “berkurang”.
5.      Mengidentifikasi bentuk, apalagi jika bentuknya dibolak balik (misal: segitiga sama sisi, segitiga sama kaki).
6.      Mengenali dan memahami tanda “,”sebagai tanda desimal.
7.      Menghitung ke depan dan ke belakang .
8.      Melakukan perhitungan di luar kepala.
9.      Membaca, memahami dan mengingat “time table”.
10.  Mengatakan hari dalam seminggu, bulan dalam setahun.
11.  Menyebutkan waktu dan memahami konsep waktu.
12.  Memahami konsep uang.
13.  Menggunakan kalkulator dengan benar.
14.  Memahami persentase.
15.  Mengestimasi.
16.  Menggunakan rumus.
17.  Menggunakan rumus yang sama untuk soal yang berbeda.
Selain kesulitan memahami bahasa matematika, anak disleksia-diskalkulia juga mengalami kesulitan dalam memaknai istilah-istilah non matematika, hal ini yang membuat mereka semakin susah menyelesaikan soal-soal matematika, terutama yang berbentuk soal cerita.

Potensi penyebab
Ilmuwan belum memahami penyebab dyscalculia.
  • Neurologis: Dyscalculia telah dikaitkan dengan luka padasupramarginalis dan sudut gyri di persimpangan antara temporal danlobus parietalis pada korteks serebral.
  • Defisitnya working memory: Adams dan Hitch berpendapat bahwa working memory adalah faktor utama di samping mental. Dari dasar ini, Geary melakukan penelitian yang menunjukkan adanya defisit working memorybagi mereka yang menderita dyscalculia. Namun, masalahworking memorydicampuradukkan dengan kesulitan belajar umum, sehingga temuan Geary mungkin tidak spesifik untuk dyscalculia tetapi lebih mungkin mencerminkan defisit belajar yang lebih besar.
Penyebab lainnya mungkin:
  • Memori jangka pendek menjadi terganggu atau berkurang, sehingga sulit untuk mengingat perhitungan.
  • Bawaan atau kelainan turun- temurun. Studi ini menunjukkan indikasi, tetapi bukti belum konkret.















Apa yang dapat kita lakukan bagi penyandang Dyscalculia ?
1.      Gunakan bahasa matematika yang lebih sederhana, jelas dan lebih mudah dipahami anak disleksia.
2.      Latih anak untuk memahami dan menguasai simbol angka, dan simbol operasi perhitungan matematika.
3.      Bantu anak memahami soal cerita dengan cara menghadirkan benda-benda yang disebutkan dalam soal secara visual belajar praktikal.
4.      Gunakan kertas berpetak untuk membantu operasi perhitungan susun ke bawah.
5.      Lakukan fragmentasi soal cerita yang panjang menjadi kalimat-kalimat pendek yang mudah dipaham.
6.      Latih anak untuk mengerti dan menguasai konsep uang, misalnya dengan berlatih berbelanja sendiri mulai dari sejumlah barang yang sedikit sampai dengan yang cukup banyak
7.      Kertas kerja dibacakan dan direkam dalam audio tape, anak membaca sambil menyimak audio tape.
8.      Gunakan buku agenda untuk mencatat kegiatan kegiatan dan pekerjaan rumah.
9.      Yakinkan bahwa instruksi disampaikan dengan jelas, perlahan sehingga murid mengerti.
10.  Gunakan kertas untuk menutup soal yang sudah atau belum dikerjakan, soal yang terlihat hanya soal yang sedang dikerjakan
11.   Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti denganmenggunakan gambar, grafik, atau kata-kata untuk membantu pemahaman anak. Misalnya ibu membeli mangga seharga sepuluh ribu, gambarkan buah mangga dan uang sepuluh ribu.

12.  Hubungkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya ketika menghitung piring setelah makan, berapa potong baju seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi dimeja tamu, dan lain sebagainya. Hal ini membuat anak semakin mudah belajar berhitung.

13.   Membuat pelajaran matematika menjadi sesuatu yang menarik. Ibu bisa menggunakan media komputer atau kalkulator. Lakukan latihan secara berkesinambungan dan teratur.

14.   Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anakmendengarkan secara cermat. Biasanya anak tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.

15.   Menuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar anstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.

16.   Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain lagi yang intinya mempermudah ingatannya terhadap angka.
 Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.

Selain pendekatan khusus untuk aspek diskalkulianya, jangan lupakan strategi pembelajaran umum bagi anak penyandang disleksia yaitu digunakan pendekatan multisensoris (dapat berupa bantuan gambar, audiotape, dll), mengajarkan anak untuk menggunakan logikanya, bukan menghafal mati, berikan materi bertahap satu per satu, dan berikan materi dalam unit-unit kecil. Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah memperhatikan aspek emosi anak. Selalu berikan semangat dan pujian pada setiap usaha perbaikan yang telah mereka tunjukkan.



Referensi :
1.      Henderson. Maths for the dyslexic. A Practical guide. David Fulton, New York. 1998.
2.      C.M. Stowe. How to reach & teach children & teens with dyslexia. Jossey-Bass, San Fransisco. 2000.


No comments:

Post a Comment

Entri Populer

Blog Archive